Andai Emas Logam Mulia Maharku Waktu itu


MAHAR PERNIKAHAN

Jika Maharku kala itu Emas Logam Mulia
Cerpen By; M. Faiz Arrauhy

Dengan menahan rasa malu aku mulai langkahkan kaki meninggalkan rumah Jeng Heni, aku nggak menyangka jika usahaku tuk mendapatkan pinjaman uang dari jeng Heni hanya berujung rasa malu. Masih terngiang betul ditelingaku bagaimana ia berkata-kata dan menolak meminjamkan uang dengan cara yang halus.

          “Mohon Maaf Mama Farhan, sebaiknya Mama bawa kembali saja hiasan dinding mas kawin ini. Inikan kenang kenangan suami. Rasanya gimana jika sampai  Mama gadaikan warisan almarhum yang sangat bernilai ini. Atau Mama tawarkan ke Tante Rinda coba, dia kan suka mengkoleksi hiasan dinding dari uang-uang kuno gini.”
          Aku sangat Faham jika Jeng Heni meragukan kemampuan aku membayar hutang-hutangku selama ini. Aku sadar bahwa semua ini terjadi karena kesalahanku, coba aku dulu nggak minta mahar yang aneh-aneh gini, pasti keadaannya akan lain. Sebenarnya Mahar suamiku dulu tergolong cukup besar. Tapi demi sebuah sensasi uang mahar yang diberikan suami ketika itu, justru aku konversikan menjadi beberapa uang kuno dan lembaran uang yang aku bingkai menjadi hiasan dinding uang sejumlah tanggal, bulan dan tahun moment pernikahanku. Sebagian lagi aku belikan seperangkat alat sholat dan mukena kain sutera. Dan kini semua uang-uang ini sudah tidak berlaku lagi. Kain mukena sutranyapun sudah sangat kusust dan using. Seandainya saja Aku mau mengikuti saran Pak. Penghulu ketika itu, dimana dia menyarankan agar maharnya calon suami ketika itu adalah berupa emas Logam Mulia saja, pasti akan dengan mudah aku mendapatkan pinjaman dengan jaminan maharku. Sebenarnya Mas Azam lebih sependapat dengan logika penjelasan Pak Penghulu, tapi karena akunya yang kekeh, maka Mas Azampun mengikuti apa mauku.
            “Gimana Ma, besok dedek jadi sekolah di SDIT ?”
          Sesampainya dirumah, aku langsung disambut anak-anakku, Farhan  bertanya tentang kepastiannya bisa sekolahnya besok pagi. Ucapan itu benar-benar menggelegar ditelingaku, aku tak tahu lagi meski kemana mencari pinjaman untuk biaya masuk SD Farhan. Uang  5 juta bukanlah uang yang sedikit. Sedangkan besok adalah hari terakhir pendaftaran ulang masuk sekolah SDIT Al-Iman.  Air mataku tak terasa mulai berlinang membasahi pipi ini, aku teringat Almarhum suamiku. Seandainya ia masih ada, pasti ia bisa memenuhi kebutuhan sekolah Farhan dan Alif. Kakaknya juga sudah tiga bulan belum bayar SPP sekolah.
          “InsyaAllah jadi ya nak ya, Farhan jangan khawatir, sekarang farhan bobok gih. takutnya besok malah kesiangan berangkat kesekolahnya. Masak hari pertama sudah terlambat. Mas Alif ajak adikmu bobok ya.”
            “Asyik besok Farhan jadi sekolah, Farhan bobok dulu ya Ma..”
          Farhan berlari menuju kamarnya, sedangkan Alif mengikuti adiknya dengan langkah gontai.  Aku hanya mampu memandangi mereka dengan hati yang masih bimbang dan bingung. “Maafkan aku Mas Azam, aku tak becus mengurus anak-anak kita. Semua barang barang peninggalanmu sudah habis aku jual untuk memenuhi biaya sekolah mereka. Dan kini hanya tersisa Mas Kawin mu ini. Aku sebenarnya telah merelakannya jika terpaksa harus terjual. Namun sayang tak ada satupun sahabatku yang mau membelinya. Bahkan meminjaminnya saja mereka enggan meskipun aku sudah rela jika barang yang paling berharga dalam sejarah hidup kita ini, menjadi jaminannya”
          Aku terus terbayang wajah suamiku, Ya Robb, aku rindukan dirinya. Kenapa Engkau ambil suamiku begitu cepat. Ya Allah lapangkan qubur Mas Azam, Jadikan quburnya taman-taman surga-Mu. Bahagiakan dia dialam sana dengan Rahmat-Mu. Aamiin. 

APA PERTANYAAN MU ??

note :
- Silahkan bertanya dengan diawali kalimat "Tanya Penghulu"